Jumat, 25 April 2008

Kontroversi ahmadiyya




Akhir-akhir ini Ahmadiyya menjadi salah satu hal yg kontroversial di Indonesia, membuat saya memutuskan untuk mencari tahu tentang aliran Islam yang satu ini dan mengeluarkan sedikit pendapat dari sudut pandang netral.

Apa itu Ahmadiyya?
Ahmadiyya (Ahmadi) merupakan cabang dari umat yang menunjuk kepada 2 grup yang berbeda yaitu (The Ahmadiyya Muslim Community dan the Lahore Ahmadiyya Movement). Kedua organisasi ini memiliki kepercayaan yang besumber pada ajaran dari Mirza Ghulam Ahmad (orang yang berasal dari Punjab, India). Ahmadiyya didirikan pada 23 Maret 1889, dan perpecahan menjadi 2 aliran terjadi pada tahun 1914.

Perbedaan ke 2 aliran Ahmadiyya ini berinti pada cara pandang mereka mengenai Mirza Ghulam Ahmad:
- Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor, yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi.
- Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam.



Sejarah penyebaran di Indonesia:

Ahmadiyah Qadian

Ahmadiyah Qadian masuk ke Indonesia tahun 1925 oleh Maulana Rahmat Ali HAOT yang datang dari Qadian, India atas perintah dari Khalifatul Masih II, Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad.

Tahun 2000 yang lalu, Khalifah Ahmadiyah Mirza Tahir Ahmad (alm) datang dari London menuju Indonesia. Ketika itu ia sempat bertemu dengan Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais.


Ahmadiyah Lahore

Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai "Organisasi Saudara Muhammadiyah".

Pada tahun 1926, Haji Rasul mendebat Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran paham Ahmadiyah dalam lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar Muhammadiyah 18 di Solo tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa "orang yang percaya akan Nabi sesudah Muhammad adalah kafir". Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah, lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi berdiri 4 April 1930.

Kontroversi ajaran Ahmadiyah
dari wikipedia indonesia

Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yaitu Isa al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir walaupun masih menunggu kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi.

Perbedaan Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia ini seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Sedangkan permasalahan-permasalahan selain itu adalah perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja.

Disamping keyakinan yang mengatakan ada nabi setelah Muhammad, yang membuat kebanyakan ulama menyatakan kesesatan Ahmadiyah adalah mereka mempunyai kitab suci sendiri yaitu kitab suci Tadzkirah, yang merupakan Alquran yang ditambahi beberapa surat. Selain itu, Ahmadiyah juga mempunyai tempat suci tersendiri untuk melakukan ibadah haji.

Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.

Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat semenjak tahun 1980, lalu ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005.

Pendapat Pribadi Saya
Perbedaan adalah hal yg manusiawi. Tapi jangan sampai permasalahan ini berubah menjadi aksi anarkisme yang tidak perlu. Sudah tidak pada tempatnya lagi karena masalah agama, darah tertumpah dan nyawa melayang. Semuanya bisa dibicarakan dan tindakan objektif dari negara amatlah diperlukan.

pranala luar:
Ahmadiyya Indonesia
Pendapat Jaringan Islam Liberal
FATWA MUI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar